Rental Mobil Jogja Murah Solusi Hemat Ngabuburit Saat Akhir Bulan
Rental mobil Jogja murah hadir untuk menyelamatkan momen ngabuburit saat akhir bulan. Akhir bulan pastinya membuat kita berpikir dua kali untuk ngabuburit dengan rental mobil. Ini disebabkan pertimbangan dana yang sudah tipis. Namun, mengurungkan niat untuk tidak ngabuburit bukanlah keputusan yang tepat sebab rental mobil Jogja murah selalu hadir untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan kita.
Rental mobil Jogja murah digunakan saat ngabuburit sebenarnya tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan. Namun, hal itu juga dapat dipandang sebagai suatu trendi atau gaya hidup. Apa pun tujuan yang hendak kita capai saat ngabuburit, rental mobil Jogja murah bisa memberikan solusinya.
Rental mobil Jogja murah hanya bisa kita dapatkan di Alif Transport. Jasa rental mobil Jogja murah ini tidak jauh dari kawasan kampus UGM. Posisinya hanya 200 meter ke utara dari wilayah kampus tersebut.
Rental mobil Jogja murah sudah menunggu telpon dari kita sebagai calon konsumen. Sembari menunggu telpon tersebut diangkat, mari kita lanjutkan kisah Ibu Suri dalam naskah drama ROH karya Wisran Hadi berikut ini. Kita pastinya semakin penasaran dengan lanjutan kisahnya.
IBU SURI (MENGEJAR TOKOH YANG AKAN TAMPIL ITU)
Bagaimana Suri ku?
TOKOH YANG AKAN TAMPIL ITU MENGHILANG DALAM LINGKARAN DAN DIGANTIKAN OLEH ORANG-ORANGAN SAWAH YANG LAIN, LEBIH LENGKAP. KEPALA ORANG-ORANG ITU DARI KELAPA BOLONG, DIBERI BARET DAN KACAMATA HITAM. BERKAOS OBLONG DENGAN TULISAN DI DADA. AKU CINTA SURI. DAN CELANA JINS DAN SEPATU KARET ANAK-ANAK MUDA.
ORANG-ORANGAN ITU DIGERAK-GERAKAN SEBAGAIMANA GERAKAN TARIAN, BERJINGKRAK-JINGKARK DAN DIIRINGI PULAOLEH NYANYIAN PARA PEMAIN DENGAN IRAMA YANG SESUAI UNTUK ITU. NAMUN, UCAPAN MEREKA TETAP SAJA SEPERTI UCAPAN MEMBACA MANTRA.
Malekum maleku malekum salam
Lam malekum salam. Salam malekum
SUARA (MENGGEMA KERAS SEKALI, MENGEJUTKAN IBU SURI)
Inilah Suri, Suri mu. Suri. Suri mu kini begini. Ibu-ibu memasungnya. Kota, kita dan kata memasungnya. Suri terpasung Ibu kota. Suri mu kini begini, Suri mu tak lagi mau bicara. Suri mu tak lagi merasa apa-apa. Suri mu adalah orang-orang saja.
IBU SURI (MARAH SEKALI KARENA ORANG-ORANGAN ITU SEMAKIN BERJINGKRAK-JINGKRAK DIIRINGI NYANYIAN PARA PEMAIN)
Suri. Kau bukan anak bincacak[1], anak bincacau[2]. Bukan anak singiang-ngiang rimba. Suri. Tak pasungan akan memasung engkau.
IBU SURI MENGEJAR ORANG-ORANGAN ITU KE DALAM LINGKARAN PARA PEMAIN. ORANG-ORANGAN ITU MENGHILANG. PARA PEMAIN BERDIRI DAN IBU SURI PUN MENGHILANG DALAM LINGKARAN. PARA PEMAIN MENGELILINGI IBU SURI SAMBIL BERPUTAR-PUTAR DAN KAIN-KAIN HITAM MEREKA MENGEMBANG DI UDARA. MEREKA TERUS MENYANYI MENGUCAPKAN MANTRA. IBU SURI BERTERIAK, PARA PEMAIN TERKEJUT DAN BERHENTI BERPUTAR. KEMUDIAN, MEREKA DUDUK DALAM LINGKARAN
IBU SURI
Suri, jika kau terpasung juga. Terpasunglah di kampong kita. Daripada hatimu dipasung, mulutmu terpasung. Di rantau rantau ketakberdayaan mu.
Suri, jika kau mau menuntut ilmu juga, tuntutlah ilmu di surau kita. Daripada berhitung tanpa batas angka. Belajar agama tanpa mengamalkannya, mengaji tanpa bahan uji di rantau-rantau keyakinanmu.
Suri, jika ingin kekayaan juga, semaikan bibit di tanah pusakan. Daripada berladang di punggung kawan. Bertanam tebu di bibir, sambil menggantang asap. Dirantau-rantau kelicikan mu.
PARA PEMAIN BERDIRI LAGI DAN KEMBALI BERKELILING MENGELILINGI IBU SURI. MEREKA BERTEPUK TANGAN BERIRAMA, SAMBIL MENGUCAPKAN MANTRA. KEMUDIAN, IBU SURI BERTERIAK LAGI DAN PARA PEMAIN DUDUK KEMBALI DALAM LINGKARANNYA.
Bersambung [12]
[1] Terkutuk (untuk cacian atau makian)
[2] = bincacak