Sewa Mobil Elf: Perjalanan akan lebih Berkesan dan Tak Terlupakan
Sewa mobil elf sangat tepat dilakukan untuk jalan-jalan di Jogja bersama keluarga. Apalagi jalan-jalan tersebut dilakukan bersama keluarga calon mertua. Jalan-jalan itu bisa dijadikan sebagai ajang untuk mempererat tali kekeluargaan dengan calon mertua.

Sewa mobil elf pastinya membuat perjalanan kita akan terasa glamor sebab mobil ini termasuk salah satu mobil mewah. Tarif sewa mobil elf ini sama dengan mobil hiace, yaitu Rp 1.150.000. Tarif sewa mobil elf ini pastinya akan terasa lebih murah karena bisa dibayar patungan dengan keluarga calon mertua.
Sewa mobil elf selalu menunggu kedatangan kita. Mobil ini selalu siap untuk mengantarkan kita ke mana saja dan momen apa saja. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk menunda-nunda menyewa mobil elf ini. Sembari menunggu proses transaksi selesai, mari kita nikmati kisah folkore berikut ini.
Gunung Pangilun
Banyak yang tidak mengetahui tentang asal usul dari nama Gunung Pangilun. Pada masa yang lalu disebuah daerah hiduplah seorang pria tua yang bernama Angku Pangilun dan istrinya. Angku Pangilun tinggal di lereng sebuah perbukitan bersama beberapa anjing peliharaannya. Angku Pangilun ini adalah orang yang sangat dihormati dan disegani di kampung karena kesaktiannya. Kesaktian Angku Pangilun tidak hanya menjadi perbincangan di kampung saja, tetapi juga di berbagai daerah. Banyak penduduk kampung dan penduduk dari daerah lain yang berguru kepadanya atau sekedar meminta pertolongan kepadanya.
Kesaktian yang dimiliki oleh Angku Pangilun sangat banyak. Orang-orang dari berbagai pelosok daerah sering meminta bantuannya untuk berbagai keperluan. Kebanyakan dari mereka pergi menemui Angku Pangilun untuk berobat. Mereka percaya bahwa paureh (ramuan) yang telah dimantrai oleh Angku Pangilun berkhasiat mengobati penyakit. Selain itu, Angku Pangilun juga sering dipanggil untuk menjadi pawang binatang buas yang sering menyerang desa. Tak jarang pula ia dimintai untuk membuatkan Paureh Padi (Ramuan Padi). Paureh Padi ini adalah ramuan yang dibuat agar padi yang ditanam tumbuh subur dan terhindar dari hama.
Di akhir hayatnya Angku Pangilun masih mendapatkan penghargaan yang tinggi dari masyarakat. Penduduk kampung dan orang-orang yang menghormatinya sepakat untuk menguburkan jasadnya di puncak tertinggi dari bukit tempat ia tinggal. Puncak tersebut kemudian terkenal dengan nama “Puncak Tampat” atau Puncak Keramat. Untuk dan mengenang jasa Angku Pangilun yang telah banyak menolong, penduduk desa lalu menamai bukit itu dengan nama “Gunung Pangilun”, dan daerah sekitar juga dikenal dengan nama yang sama.
Banyak orang kampung berziarah ke kuburan angku pangilun. Tujuan mereka berziarah antara lain untuk berdoa agar tanaman padi mereka terhindar dari penyakit. Bahan-bahan yang mereka bawa ke Puncak Tampat adalah Paureh Padi yang terdiri atas air sumur yang di dalamnya ditambahkan bunga tujuh rupa dan beberapa potong asam kapeh serta daun cikarau-cikumpai. Selain membawa paureh padi, mereka juga membawa semacam sesaji berupa 2 gengggam beras, lapek, dan abu tungku rang marando. Lapek adalah makanan ringan yang dibungkus daun pisang, lapek ini ada berbagai macam, ada lapek pisang, lapek sagu, lapek sagan, lapek parancih,dan lain-lain. Sedangkan abu tungku rang marando adalah abu tungku yang berasal dari rumah yang di dalamnya tinggal seorang janda.
Hingga kini, cerita ini menjadi legenda karena dipercaya oleh sebagian orang. Umumnya pihak yang percaya adalah orang-orang tua yang tahu dengan cerita Angku Pangilun. Selain mendapat cerita dari mulut ke mulut, di puncak bukit (puncak Tampat) memang terdapat bukti berupa kuburan yang panjangnya kira-kira 3 meter yang bergandingan dengan kuburan istrinya.
Husniati*