Sewa Mobil Jogja Lepas Kunci Teman Ngopi di Museum Volume 2
Sewa mobil Jogja lepas kunci paling diminati di Alif Transport. Mengapa demikian? Sewa mobil Jogja lepas kunci tarifnya sungguh menggiurkan. Tarif yang ditawarkan membuat kita menjadi wisatawan paling hemat saat liburan.
Sewa mobil Jogja lepas kunci bisa kita kendarai ke mana saja. Selain itu, kita bebas memilih durasi waktu untuk penyewaan mobil tersebut. Sewa mobil Jogja lepas kunci kali ini sangat tepat kita kendarai ke agenda ngopi di museum vol. 2. Museum yang dimaksud ialah Museum Sandi. Museum itu berada di Jalan Faridan M. Noto nomor 21, Kotabaru, Yogyakarta. Agenda tersebut berlangsung pada tanggal 22 Juli 2018, pukul 08.00-16.00. Jika menginginkan ngopi di sini, kita mesti menyumbang sebagai uang kontribusi sebesar Rp 15.000. Setelah itu, kita bisa menikmati kopi yang berpadu dengan harmoni museum. Sungguh menggiurkan bukan?
Sewa mobil Jogja lepas kunci jangan dilupakan sebelum berkunjung ke museum ini untuk menikmati secangkir kopi. Sewa mobil Jogja lepas kunci bisa kita booking dari sekarang melalui customer service kami. Sembari menunggu proses transaksi selesai, mari kita nikmati lanjutan kisah novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka berikut ini.
”Itu jangan disebut,” kata Datuk Mantari Labih, ”itu kuasaku, saya mamak di sini, menghitamkan dan memutihkan kalian semuanya dan menggantung tinggi membuang jauh”.
”Meskipun begitu, hukum zalim tak boleh dilakukan.”
”Apa? … Engkau katakan saya zalim?” kata Datuk Mantari Labih sambil melompat ke muka, dan menyentakkan keris, tiba sekali di hadapan Pandekar Sutan. Malang akan timbul, sebelum dia sempat mempermainkan keris, pisau belati Pandekar Sutan telah lebih dahulu tertancap di lambung kirinya, mengenai jantungnya.
”Saya luka, … tolong …” Cuma itu perkataan yang keluar dari mulut Datuk Mantari Labih. Dan dia tak dapat berkata-kata lagi. Seisi rumah ribut.
Beberapa orang mendekati Pandekar Sutan, tetapi mana yang mendekati, mana yang rebah. Sebab gelar Pandekar itu didapatnya dengan ”keputusan”, bukan sembarang gelar saja.
Orang serumah itu ribut, pekik yang perempuan lebih-lebih lagi. ”Amuk-amuk!”, orang di kampung segera tahu tong-tong berbunyi. Penghulu Kepala lekas diberi tahu. Penghulu suku tahu pula. Beberapa jam kemudian Pandekar Sutan ditangkap dan Datuk Mantari Labih mati tidak beberapa jam setelah tertikam.
Bersambung [7]