Sewa Mobil Jogja Tanpa Sopir: Jalan Tol ke Pantai Gesing
Sewa mobil Jogja tanpa sopir hendak kita kendarai ke mana? Sewa mobil Jogja tanpa sopir bisa diarahkan ke mana saja dan kapan saja. Fasilitas ini menentut kita mesti segera menentukan destinasi yang hendak dituju.
Sewa mobil Jogja tanpa sopir kali ini alangkah baiknya kita kendarai ke Pantai Gesing. Pantai ini terletak di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pantai Gesing tidak terlalu jauh dari Kotagede. Jarak dari Kotagede ke Pantai Gesing hanya 40 kilometer. Kita yang akan liburan ke Kotagede, tidak ada salahnya untuk meneruskan perjalanan ke pantai tersebut.
Pantai Gesing tidak hanya menawarkan panorama yang eksotik. Pantai ini juga sangat cocok untuk memancing. Kalau kita berkunjung ke pantai ini, tidak ada salahnya dicoba untuk memancing. Memancing di pantai tentunya memiliki sensasi yang berbeda.
Kita yang belum pernah ke Pantai Gesing, mari segera diagendakan. Sebelum ke Pantai Gesing alangkah baiknya mampir ke Kotagede. Liburan ke pantai tersebut alangkah baiknya diagendakan akhir pekan ini. Setelah diagendakan, mari kita booking sewa mobil Jogja tanpa sopir di Alif Transport. Ingat, minggu terakhir bulan ini Alif Transport akan memberikan diskon secara tiba-tiba. Dengan demikian, segera hubungi customer service kami. Sembari menunggu proses transaksi selesai, mari kita nikmati cerita folklore berikut ini.
Sawah Lunto
Pada masa lalu ada sebuah kerajaan kecil yang bernama KerajaanSitambago, sesuai dengan nama rajanya Sitambago. Daerah kekuasaannya di sebelah utara berbatas dengan nagari Kolok, di sebelah Timur berbatasan dengan Bukit Buar/Koto Tujuh, di sebelah selatan berbatas dengan Nagari Pamuatan dan di sebelah barat berbatas dengan Nagari Silungkang dan Nagari Kubang.
Pusat kerajaan Sitambago berada di sebuah lembah yang dilalui oleh sebuah sungai yang mengalir dari Lunto, pusat kerajaan Sitambago tersebut diperkirakan berada di tengah kota Sawahlunto sekarang. Sudah menjadi adat waktu itu, nagari-nagari dan kerajaan-kerajaan berambisi memperluas wilayahnya masing-masing, memperkuat pasukannya dan menyiapkan persenjataan yang cukup seperti tombak, galah, keris, parang, panah baipuh (panah beracun) dan lain-lain, senjata tersebut digunakan untuk menyerang wilayah lain atau untuk mempertahankan diri apabila diserang.
Di Silungkang/Padang Sibusuk, pasukan Gajah Tongga Koto Piliang disamping mempunyai senjata tombak, keris, galah, parang dan panah juga punya senjata yang tidak dipunyai oleh daerah lain, yaitu senjata api setengga, senjata api standar Angkatan Perang Portugis. Orang Portugis yang ingin membeli emas murni ke Palangki harus melalui Buluah Kasok (Padang Sibusuk sekarang) dan berhadapan dengan Pasukan Gajah Tongga Koto Piliang terlebih dahulu, entah dengan cara apa, senjata api setengga lengkap dengan peluruhnya berpindah tangan ke Pasukan Gajah Tongga Koto Piliang.
Guna memperluas wilayah, diadakanlah perundingan antara pemuka Nagari Silungkang/Padang Sibusuk dengan pemuka Nagari Kubang untuk menyerang kerajaan Sitambago, maka didapatlah kesepakatan untuk menyerang kerajaan Sitambago tersebut, penyerangan dipimpin oleh Panglima Paligan Alam. Strategi penyerangan diatur dengan sistim atau pola pengepungan, dimana tentara Silungkang/Padang Sibusuk mengepung dari daerah Kubang Sirakuk dan tentara Kubang dari jurusan Batu Tajam dan dataran tinggi Lubuak Simalukuik, dengan sistim atau pola pengepungan tersebut akan membuat tentara Sitambago tidak dapat bergerak dengan leluasa.
Pada saat hari pertempuran tiba, kerajaan Sitambago dikepung, tentara dan penduduk kerajaan Sitambago jadi panik, ruang gerak semakin sempit. Melihat kepanikan tersebut, agar tidak terjadi pertumpahan darah dan korban yang banyak, Panglima Paligan Alam menyerukan supaya Raja Sitambago beserta tentara dan rakyatnya menyerah. Namun, seruan niat baik Panglima Paligan Alam itu tidak dihiraukan oleh Raja Sitambago, malahan Raja Sitambago siap untuk berperang, terbukti dengan dikibarkannya bendera perang, pasukan langsung dipimpin oleh Raja Sitambago dengan gagah berani dan terjadilah pertempuran yang sengit.
Untuk pertama kalinya tentara Silungkang/Padang Sibusuk mempergunakan senjata api setengga. Banyak tentara dan penduduk kerajaan Sitambago yang tewas akibat peluru setengga, termasuk Raja Sitambago yang bersimbah darah terkena tembakan senjata setengga yang kemudian senjata tersebut dinamakan oleh mereka senjata hantu topan. Tentara dan penduduk kerajaan Sitambago mundur dan pergi meninggalkan wilayahnya, pusat kerajaan dan kemudian dikuasai oleh balatentara Panglima Paligan Alam.
Setelah perang usai, balatentara Silungkang/Padang Sibusuk dan Kubang yang dipimpin oleh Panglima Paligan Alam kembali ke nagari masing-masing, sedangkan wilayah pusat kerajaan Sitambago (kota Sawahlunto sekarang) terlantar begitu saja. Lahan yang terlantar itu dimanfaatkan oleh anak nagari Lunto untuk bercocok tanam, dibuatlah persawahan, sehingga wilayah tersebut menjadi SAWAH yang digarap oleh orang LUNTO. Sementara kepemilikan dan hak tanah tetap berada pada anak nagari Silungkang/Padang Sibusuk dan anak nagari Kubang yang telah memenangi peperangan dengan kerajaan Sitambago. Kaum keturunan Sitambago masih ada sampai sekarang disekitar daerah Pamuatan dan Santur.
*Mutiara Amelia Ramadhan